Friday, July 20, 2012

Tuesday, July 17, 2012

Pangeran Matahari, Garuda Emas, dan Baling-baling


Elang berbulu keemasan tersebut menyendiri tepekur pada sebuah gundukan tanah rerumputan, di bawah pohon yang tidak begitu lebat daunnya. Napasnya terengah-engah, matanya sayu, dan bulu-bulunya kucel. Rupanya ia baru saja melakukan penerbangan jauh. Di depannya terdapat sebuah cerukan tanah berisi sedikit air. Sesekali ia membungkuk dan mengarahkan paruhnya ke dalam cerukan air tersebut. "glk-glk-glk..." Pada lehernya terlihat gerakan menelan air. Setelah itu ia kembali tepekur sambil memandang sekeliling, setengah melamun.

Beberapa saat kemudian Si Elang Emas dikejutkan oleh suara bergemuruh. Ia peka sekali rupanya mendengar suara-suara yang jaraknya jauh. Matanya memandang ke sumber suara tersebut. Ah, benar sekali, suara itu ternyata derap kaki-kaki kuda. Tampaklah rombongan orang mengendarai kuda. Dari pakaian yang mereka kenakan, sepertinya rombongan itu bukan orang biasa, melainkan orang-orang dari kerajaan. Mungkin ia bangsawan atau orang yang dekat dengan kerajaan.

Benar sekali rupanya dugaan Elang Emas. Berada di barisan depan sendiri adalah seorang pangeran. Ia dikawal oleh delapan orang hulubalang.

Menyaksikan seekor burung elang adalah hal yang biasa bagi rombongan berkuda tersebut. Tetapi, yang mereka jumpai saat ini adalah burung elang berbulu emas. "Huuup! Berhenti!," tiba-tiba sang pangeran yang memimpin rombongan tersebut memerintahkan para pengawalnya untuk berhenti. "Ah, indah sekali burung itu?! Bulunya emas!" Seru sang pangeran. Sontak, Si Elang Emas menjadi kaget dan berusaha untuk berdiri tegak. Pada sekujur tubuhnya keluar keringat dingin. Ia menggigil dan merinding ketakutan. "Am...ampun... Jangan bunuh saya!" demikian pinta Si Elang.

"Hei! Siapa yang akan membunuhmu, Elang Emas? Oh, itu... Mereka itu pengawalku. Perkenalkan, aku Pangeran Matahari. Kami sedang berburu, seperti biasa kami lakukan setiap pekan." Jelas Sang Pangeran kepada Si Elang Emas.

"Oh, saya kira kalian akan membunuh saya. Saya sangat ketakutan melihat panah-panah yang kalian bawa itu." Kata Si Elang.

"Hahaha. Tenang saja. Aku hanya tertarik melihat bulumu, Elang. Warnanya emas, berkilau. Ah, tetapi mengapa sayap-sayapmu kelihatan lunglai?" tanya Pangeran.

"Oh, saya baru saja menempuh perjalanan yang jauh, Pangeran. Saya lelah sekali sehingga aku beristirahat." jawab Si Elang Emas.

"Ehm, begitu ya? Biasanya kami berburu apa saja. Tetapi, melihat dirimu aku tertarik sekali. Kamu istimewa sekali, Elang." Kata Pangeran.

"Ah, biasa saja, Pangeran. Ini pemberian sejak lahir. Tetapi saya merasakan biasa saja, tidak ada yang istimewa pada diri saya, juga pada warna bulu saya. Semua warna itu sama, Pangeran. Masing-masing memiliki makna." Kata Si Elang.

"Hahaha. Ternyata selain bulumu indah, kamu pintar pula. Apakah dirimu haus? Lapar?" tanya Pangeran.

"Sesungguhnya iya. Saya sangat lapar dan haus," jawab Elang.

"Apakah engkau mau ikut aku ke tempat tinggal kami, Elang Emas?" pangeran bertanya lagi kepada Si Elang.

"Ke mana? Bukankah tempat tinggal Pangeran itu....", belum selesai Elang mengajukan pertanyaan, Pangeran segera menjawab, "Istana? Ya, memang tempat tinggalku di sana. Mengapa? Adakah yang salah dengan hal tersebut, Elang?"

"Ehm, tidak ada, Pangeran. Saya, saya hanya merasa tidak enak saja. Saya biasa tinggal di sela bebatuan, di atas pohon. Saya merasa tidak pantas ikut kalian." Jelas Si Elang.

"Ah, jangan engkau pikirkan itu, Elang. Mari....kubawa kau ke tempat kami. Semua orang pasti menyukaimu." Pangeran berusaha membujuk Elang agar ikut dengan rombongan ke istana.

"Bagaimana dengan Raja, Ratu, Pangeran? Apakah mereka tidak marah melihat keberadaan saya?" Elang Emas masih enggan untuk ikut serta.

"Jangan pikirkan itu. Ayahanda Raja dan ibunda Ratu pasti setuju."

Elang Emas akhirnya setuju dengan ajakan Pangeran Matahari. Setelah melanjutkan kegiatan berburu sebentar, kesembilan orang berkuda tersebut beranjak kembali ke istana sambil membawa serta Elang Emas.

... bersambung ke Seriyal ke-2 :)