Thursday, October 30, 2008

Opera Sabun Caleg

Panggung hiburan bergoyang. Lenggak-lenggok penari menggoda minat untuk terpaku. Dalam gemerlap lampu dan cahaya blitz ratusan pasang mata, belum lagi ribuan pasang di balik layar ajaib, terlena oleh pesona yang ditebarkan.

Nuansa glamour senantiasa menyertai. Selalu menghibur abaikan suasana hati. Begitu fasih menata lagak hingga yang terkuak bukannya fakta. Kerlip berlian kendara mewah, langkah sempurna di permadani merah. Senyum terurai mengait hasrat hingga matapun terbius diam.

Begitu warna yang kasat teraba. Ribuan hati ingin memuja. Gaya bahasa yang jauh dari nestapa, memantun syair beriring nada. Tak lain, tak bukan, ialah kemewahan yang sempurna. Di mana tak setiap kita menikmatinya.

Panggung hiburan lagi tergoyang. Kini mengguncang batas cakrawala. Berbekal nama sejuta pena, sang penari merentang sayapnya. Berbekal pesona yang membius warga, ia beringsut lain wacana.

Menghibur berbalut fana demi menepis lara dahaga. Itulah bekal yang terbawa. Gemulai mengumbar senyum, berurai rambut berkibas. Di balik derita melanda tampak ceria. Membuai kita meski nyatanya tak musti sama.

Menghibur adalah menjelma. Bagai sang Kresna yang sedang triwikrama. Menghibur adalah menyulap dari batu menjadi permata.

Kini dikala panggung berbalut fakta, ada ragu kuat terasa. Akankah peran itu ia bawa serta. Karena itulah yang membuatnya dielu-elukan, digunjingkan, dan diperbincangkan. Ah, sudahlah, anak negeri tengah mencari. Sebuah arti dan sekian jawaban. Ketika kefanaan itu menjadi kekal. Anak negeri sedang berhitung hari. Ketika janji besar dipertaruhkan.