Malam itu selepas Maghrib aku baru saja beristirahat. Karena kecapaian pada pagi hingga sore harinya aku ketiduran sebentar. Di luar udara sangat panas membuat tubuhku gerah. Di atas langit berarak mendung yang pekat. Istirahatku yang singkat terganggu oleh desingan bertubi-tubi di sekeliling telingaku. Oh, ternyata nyamuk-nyamuk menari kegirangan mendapat mangsa yang sedang terlena. Aku terusik dan bergeming. Aku terjaga dengan rasa kesal. Baru saja memulai perjalanan nirwana dengan harapan bertemu sang bidadari di alam maya. Tanganku menyambar ke sana-kemari. Bukan nyamuk yang kudapat melainkan rasa pedas dan agak sakit di pipi, dahi, telinga, dan lutut. Aku seperti orang gila karena memukuli badan sendiri.
Tiba-tiba suara nyamuk yang bandel tadi berhenti. Sunyi senyap dan aku merasa heran. Tak biasanya nyamuk cepat kenyang. Apalagi mangsanya berontak. Aku bangun meskipun keadaan sudah aman. Sudah biasanya bila aku terjaga maka saat itulah aku terjaga seterusnya hingga kantuk datang empat hingga enam jam kemudian.
Aku melihat sekeliling kamar, tembok, meja, kursi, almari, keranjang tempat pakaian, lampu neon, radio, komputer, keyboard, printer, telepon seluler, buku, rak piring, gelas dan langit kamar. Ketika giliranku menatap ke lantai aku terpana. Tersenyum dan setengah heran. "Oh, ternyata anda Nona Lizzie. Ternyata anda yang membuat desingan bunyi itu berhenti." Nona Lizzie yang mungil, berkulit kuning agak coklat, dengan sepasang mata yang berkilau terkena cahaya neon, diam tanpa gerak di dekat ujung jari kakiku. Nona Lizzie seperti ketakutan melihatku. Pada mulutnya yang mungil dan lucu ada sesuatu. Nona Lizzie yang imut itu seperti berdegup kencang jantungnya. Ia menahan napas ketika aku mendekat. Ia tak berani apa-apa bahkan terkesan pasrah. Nona Lizzie berserah segalanya untuk aku perlakukan semauku.
"Nona Lizzie, terima kasih ya? Suara nyamuk itu hilang. Sekarang aku tidak diganggunya lagi. Tapi aku telanjur bangun. Sudah sana kamu gantian yang tidur. Pasti kamu juga capek kan bekerja sedari tadi sore?" Aku berdialog dengannya secara hati-hati dan sopan. Nona Lizzie menoleh sebentar sembari menggerakkan kerongkongannya yang indah. Setelah itu dia pergi berlari menuju rumahnya. Aku tersenyum dan senang sekali bertemu dengannya. Nona Lizzie yang cantik dan baik hati. Dalam hatiku aku berkata, "Ah, seandainya aku seorang Angling Darma pasti si Nona itu mengerti pembicaraanku."
Tiba-tiba suara nyamuk yang bandel tadi berhenti. Sunyi senyap dan aku merasa heran. Tak biasanya nyamuk cepat kenyang. Apalagi mangsanya berontak. Aku bangun meskipun keadaan sudah aman. Sudah biasanya bila aku terjaga maka saat itulah aku terjaga seterusnya hingga kantuk datang empat hingga enam jam kemudian.
Aku melihat sekeliling kamar, tembok, meja, kursi, almari, keranjang tempat pakaian, lampu neon, radio, komputer, keyboard, printer, telepon seluler, buku, rak piring, gelas dan langit kamar. Ketika giliranku menatap ke lantai aku terpana. Tersenyum dan setengah heran. "Oh, ternyata anda Nona Lizzie. Ternyata anda yang membuat desingan bunyi itu berhenti." Nona Lizzie yang mungil, berkulit kuning agak coklat, dengan sepasang mata yang berkilau terkena cahaya neon, diam tanpa gerak di dekat ujung jari kakiku. Nona Lizzie seperti ketakutan melihatku. Pada mulutnya yang mungil dan lucu ada sesuatu. Nona Lizzie yang imut itu seperti berdegup kencang jantungnya. Ia menahan napas ketika aku mendekat. Ia tak berani apa-apa bahkan terkesan pasrah. Nona Lizzie berserah segalanya untuk aku perlakukan semauku.
"Nona Lizzie, terima kasih ya? Suara nyamuk itu hilang. Sekarang aku tidak diganggunya lagi. Tapi aku telanjur bangun. Sudah sana kamu gantian yang tidur. Pasti kamu juga capek kan bekerja sedari tadi sore?" Aku berdialog dengannya secara hati-hati dan sopan. Nona Lizzie menoleh sebentar sembari menggerakkan kerongkongannya yang indah. Setelah itu dia pergi berlari menuju rumahnya. Aku tersenyum dan senang sekali bertemu dengannya. Nona Lizzie yang cantik dan baik hati. Dalam hatiku aku berkata, "Ah, seandainya aku seorang Angling Darma pasti si Nona itu mengerti pembicaraanku."
0 comments:
Post a Comment